Analisis Pragmatik dan Tekstur
Oleh :
- Tri Rusyandi (2009 112 079)
2.1 Kenapa Analisis Prakmatik
Mulai dari zaman
Yunani atau Grik lebih kurang 500 tahun SM ahli bahasa telah memulai penelitiannya
tentang bahasa Kaum Sofist umpamanya
telah mengadakan penelitian tentang bahasa
melalui pidato-pidato orang-orang yang mahir berbicara, disamping mereka
melatih murid-murid menyusun pidato yang baik. Waktu itu orang-orang
mempelajari bahasa untuk kepentingan praktis, karena politisi-politisi
memerlukan kemahiran berpidato dan berdebat.
Terkenallah
nama-nama Protagoras, Georgian dan Prodicus. Mereka adalah orang-orang pertama
yang menemui kalimat. Protagoras orang pertama menyarankan bahasa kisaran (figure
of speech) seperti antitetis, analogi, metaphor (Georgean) dan Prodecus yang
terkenal karyanya mengenai sinonim (Tampubolon 1978:2).
Kemudian,
munculah Plato, dengan bukunya Gratyhes yang membicarakan tentang hubungan
antara kata dan artinya. Timbulah dua pendapat bertentangan . Pertama yang
menyatakan bahwa kata mempunyai arti secara arbiter melalui konvensi, dan kedua
yang menyatakan bahwa antara kata dengan artinya mempunyai hubungan.
Pertentangan ini dikenal dengan nama Physis-Nomos Controversy.
Di
India muncul seorang ahli bahasa yang terkenal dengan penelitian dan
penemuannya. Panini, seorang sarjana Hindu telah menyusun lebih kurang 4000
statemen (pemerian), tentang stuktur bahasa Sansekerta dengan prinsip dan
gagasan yang masih dipakai sekarang.
Strukturalisme
muncul pada tahun 1930 dan sangat berpengaruh sampai tahun 1950. Leonard
Bloomfield adalah nama yang paling terkenal dan berpengaruh di Amerika. Nama
lain adalah Frans Boas dan Edwar Sapir. Faham ini berepndapat ucapan itu dapat
dianalisis kedalam unit-unit yang kecil
dengan cara menemukan Unsur Bawahan Langsung (Immediate Constituent
Analysis).
Language
karangan Leonard Bloomfield membawa udara baru .aliran Struktural yang
mencerminkan oleh buku Language ini membatasi penelitianya dalam bidang
structural dan yang kongkrit . fonologi sebagian yang paling kongkrit menjadi
bagian penyelidikan yang paling utama. Hal penelitian yang kongkrit ini sesuai
dengan aliran Behaviorisme dalam psikologi menjadi pokok, sedangkan hal-hal
yang tidak structural atau tidak kongkrit –sematik atau pragmatic dianggap
diluar batas penelitian linguistic.
Di
Eropah aliran strukturalisme ini dipelopori oleh Ferdinand de Sanssure, seorang
sarjana Swiss yang terkenal dengan pembagiannya atas langue la parole dan la
laggage. Juga dari pemikirannyalah terbit penelitian sinkronis dan diakronis,
hubungan sintakmatik dan paradigmatic.
Pada
tahun 1957 muncul pulalah mazhab Generatif Tranformasi (Generativ
Transformational Grammar). Aliran ini menampilkan gagasan generatif dan ini
bertentangan dengan aliran distributional. Distributionalisme berkadar
eksplisit dalam arti bahwa pemerian-pemeriannya tidak memperbolehkan pandangan
dan dugaan ( notion) apapun yang memperlihatkan pengetahuan siap atau
pengetahuan sebelumnya.
Teori
Chomsky tentang generative transformational Grammar memaksa ahli-ahli ilmu jiwa
(Psykologi) untuk mempertimbangkan kembali keseluruan pendekatan mereka
terhadap studi tingkah laku bahasa dan dengan demikian memaklumkan revolusi
psiko linguistik.
Chomsky
memajukan gagasan generatif dan ini bertentangan dengan aliran
distributionalisme. Namun dia tidak sadar akan kesanggupanya itu. Dia dapat
menerbitkan ribuan kalimat berdasarkan sebuah pola kalimat saja.
Aliran
Transformasi ini di samping menganalisis kalimat-kalimat, juga memberikanya dan
kemudian memberikan ilustrasi dengan contoh-contoh. Juga menurunkan teori
generatif pemeriannya dimajukan dalam seperangkat aturan-aturan untuk
membangkitkan kalimat-kalimat baru, sehingga dengan demikian dari sebuah
kalimat, mungkin saja diterbitkan ratusan atau ribuan kalimat baru.
Walaupun
demikian penelitian dalam bidang bahasa masih dibatasi pada bidang kompetensi
melulu. Kita ketahui bahwa aliran ini membedakan antara kompetensi dan
performasi. Kompetensi adalah pengetahuan kita tentang suatu bahasa yang ada
dalam pikiran kita, sedangkan performasi adalah implikasi dari pengetahuan kita
itu yang berbagai-bagi ragamnya dan berbeda antara pribadi.
Aliran
ini hanya memperbicarakan kompetensi melulu, telah timbul kesadaran pada
pakar-pakar bahasa bahwa grammar harus membicarakan sematik.
Beberapa
linguis mulai terpengaruh oleh karya filosof-filosof Austin (1962), Searle
(1971) dan Grice (1964) terutama di dalam bidang speech act pertuturan maka
timbul perkembangan sidalam bidang semantic dan pragmatic dalam lingustik
(sumarno, 1990:4)
Perhatikan
terhadap bidang pragmatic ini diresmikan pada tahun 1977 dengan timbulnya
sebuah majalah Journal of Pragmatice yang menerbitkan karya-karya tentang
pragmatic. Kemudian terbentuk pula sebuah organisasi yaitu IPRA 9International Pragmatice Association
dan Komperensi yang membahas soal sematik yang timbul. Komperensi itu diadakan
pada tahun 1987 (agustus 17-22-1987) di Antwerp,
Belgia dihadiri oleh tokoh-tokoh besar dalam bidang ilmu bahasa sperti :
Manfred Bierwisch, Bernard Chorie , Charles Filmore, I, M. Schlesinger, John
Gumperz dan Olinor Ocha.
Barangkali
penting untuk mernyatakan bagaimana pendapat verhaar tentang tive-tive teori
yang didasarkan atas :
- Bentuk aturan (Ekspressi).
- Makna tututan.
- Situasi.
Oleh sebab
itulah maka menurut Verhaar ada empat tipe utama yang terdapat dalam teori
linguistic. Yaitu yang hanya mengakui tingkat ekspresi dengan mengesampingkan
makna. Yang ketiga yang mengakui tingkat ekspresi dan tingkat situasi dan
kedua-duanya menjadi sifat penetu atas tingkat makna. Yang keempat yang
memperhitungkan ketiga tingkat yaitu ekspresi, makana dan situasi (lihat
Verhaar;1970:14-16)
Ketiga
aliran bahasa yang telah kita sebutkan diatas yaitu Tradisioanalisme,
strukturalisme, dan transformasi itu tidak mempertimbangkan situasi sebagai
penentu makna karena meraka menggap situasi itu terlalu rumit untuk ditangani
dan dengan demikian mengarahkan pandangan teorinya terlalu jauh.
Seharusnya
kalimat ini kalau kita ingin mengetahui arti sebenarnya, harus dianalisis
secara pragmatic.
Arti
kalimat itu akan berbeda maknanya bila dikatakan ole: Dokter, ahli ekonomi,
tentara pencopet, dan lain-lain.
Dengan
mengetahui konteksnya itu, arti sebenarnya dari kalimat itu akan kita ketahui
konteksnya itu, arti sebenarnya dari kalimat itu akan kita ketahui.
The
features of the external world in relation to which and utterance or text has
meaning.The notion of context and situation are central in all branches of semantics,
since they account for the way that verbal and graphics symbols represent the
world around the speaker.(Harmann & strack)
Segala
ciri-ciri dunia eksternal dengan mana satu ujaran atau text mempunyai hubungan
makana.Gagasan-gagasan konteks dan situasi ini adalah sentral bagi segala
cabang-cabang semantic, karena mereka menerangkan cara simbol-simbol ujaran dan
grafik mengatakan dunia sekitar si pembaca. (Chaidar,1965:65)
R.
Firt sebagai pendiri utama atau pertama aliran Firthian ini memasukan konteks
situasi dalam penganalisaan bahasa . baginya sebiah kalimat tidaklah akan jelas
artinya dengan penganalisisan di luar teks dan konteks.
Menurut aliran
Transformasi jelas kalimat ini mempunyai Deep Structure yang tidak sebuah,
tetapi banyak yaitu sebanyak makna kalimat itu atau sebanyak maksud penuturnya.
Operesi tidak
berarti:
1. Mengadakan
razia
2. Mengadakan
pencurian
3. Mengadakan
serangan
4. Mendrop
bahan-bahan makanan ke pasar
5. Mencari
mangasa
Bagi yang
mementingkan situasi sebagai penentu mana cara yang paling tepat adalah
menganalisisnya secara pragmatic.
Aliran Firth
ini dilanjutkan oleh maksudnya M.A.K. Halliday di Amerika termansyur dengan
tata bahasa yang bernama Systematic Gramar dan disebut dengan Neo Firthian.
2.2 Apakah Yang Dinamakan Wacana
Kesatuan
bahasa yang lengkap sebenarnya bukanlah kata atau kalimat, sebagaimana dianggap
beberapa kalangan dewasi ini, melainkan wacana atau discourse. Sebeb itu
penyelidikan dan diskripsi sintaksis tidak boleh dibatasi pada satuan kalimat
saja, tetapi harus dilanjutkan ke kesatuan yang lebih besar yaitu wacana.
Kesatuan
bahasa yang diucapkan atau tertulis panjang atau pendek, itulah yang dinamakan
discourse yang sempurna atau yang tidak. Kesatuan bahasa diucapkan atau
tertulis panjang atau pendek, itulah yang dinamakan teks atau discaourse. Teks
adalah satu kesatuan semantic dan bukan satuan gramatikal. Kesatuan yang bukan
lantaran bentuknya (morfem, klausa, kalimat) tetapi kesatuan artinya.
Bloomfield
umpamanya mendefinisikan kalimat sebagai independent from, nor included in any
larger (complex) linguistic from. Definisi ini menjadi hambatan untuk mencari
wacana, karena kalimat itu tidak bersifat independent tentu tidak ada
hubungannya dengan kalimat-kalimat lain. Dengan demikian, tak ada relevansinya
untuk menganalisis wacana.
2.3 Apakah Yang Dinamakan Tekstur
Untuk
membicarakan ini baiklah kita berikan dahulu sebuah teks pendek.
Di rumah Upik menangis lagi. Ia sedih sekali. Ia merasa sepi sekali di
rumah sendirian. Segalanya tidak dilakukannya dengan semangat lagi. Mandi hanya
demi kesehatan. Kalau tidak ia benci melihat air. Begitu makan, nasi terasa
kerak. Minum terasa dedak. Layar TV yang dihadapannnya sudah tiga kali
dihidupkan atau dimatikannya.
Sebagai
pemakai bahasa kita tahu bahwa urutan-urutan kalimat itu adalah sebuah teks dan
bukan sebuah kalimat yang tidak mempunyai ikatan sesamanya, bukan
kalimat-kalimat yang hanya dideretkan begitu saja.
Kalau wacana
itu utuh dan kalimat demi kalimat terikat dengan baik maka kalimat itu koheren
(bertalian secara logis) dan pengikatnya kita namakan tekstur (benang-benang
halus pengikat wacana).(A. Hamid Hasan Lubis; 1991 : 125-35).
Jadi koheren sebuah wacana tidak
hanya ditentukan dengasn mengetahui arti leksikon dan semantiknya saja, juga
tidak dengan mengetahui atau denga adanya relasi formal itu tetapi juga ada
sesuatu yang baru.