Selasa, 21 Februari 2012

ANALISIS PRAGMATIK DAN TEKSTUR


Analisis Pragmatik dan Tekstur
Oleh :

  1. Tri Rusyandi             (2009 112 079)


2.1 Kenapa Analisis Prakmatik
            Mulai dari zaman Yunani atau Grik lebih kurang 500 tahun SM ahli bahasa telah memulai penelitiannya tentang bahasa  Kaum Sofist umpamanya telah mengadakan penelitian tentang bahasa  melalui pidato-pidato orang-orang yang mahir berbicara, disamping mereka melatih murid-murid menyusun pidato yang baik. Waktu itu orang-orang mempelajari bahasa untuk kepentingan praktis, karena politisi-politisi memerlukan kemahiran berpidato dan berdebat.
            Terkenallah nama-nama Protagoras, Georgian dan Prodicus. Mereka adalah orang-orang pertama yang menemui kalimat. Protagoras orang pertama menyarankan bahasa kisaran (figure of speech) seperti antitetis, analogi, metaphor (Georgean) dan Prodecus yang terkenal karyanya mengenai sinonim (Tampubolon 1978:2).
            Kemudian, munculah Plato, dengan bukunya Gratyhes yang membicarakan tentang hubungan antara kata dan artinya. Timbulah dua pendapat bertentangan . Pertama yang menyatakan bahwa kata mempunyai arti secara arbiter melalui konvensi, dan kedua yang menyatakan bahwa antara kata dengan artinya mempunyai hubungan. Pertentangan ini dikenal dengan nama Physis-Nomos Controversy.
            Di India muncul seorang ahli bahasa yang terkenal dengan penelitian dan penemuannya. Panini, seorang sarjana Hindu telah menyusun lebih kurang 4000 statemen (pemerian), tentang stuktur bahasa Sansekerta dengan prinsip dan gagasan yang masih dipakai sekarang.
            Strukturalisme muncul pada tahun 1930 dan sangat berpengaruh sampai tahun 1950. Leonard Bloomfield adalah nama yang paling terkenal dan berpengaruh di Amerika. Nama lain adalah Frans Boas dan Edwar Sapir. Faham ini berepndapat ucapan itu dapat dianalisis kedalam unit-unit yang kecil  dengan cara menemukan Unsur Bawahan Langsung (Immediate Constituent Analysis).
            Language karangan Leonard Bloomfield membawa udara baru .aliran Struktural yang mencerminkan oleh buku Language ini membatasi penelitianya dalam bidang structural dan yang kongkrit . fonologi sebagian yang paling kongkrit menjadi bagian penyelidikan yang paling utama. Hal penelitian yang kongkrit ini sesuai dengan aliran Behaviorisme dalam psikologi menjadi pokok, sedangkan hal-hal yang tidak structural atau tidak kongkrit –sematik atau pragmatic dianggap diluar batas penelitian linguistic.
            Di Eropah aliran strukturalisme ini dipelopori oleh Ferdinand de Sanssure, seorang sarjana Swiss yang terkenal dengan pembagiannya atas langue la parole dan la laggage. Juga dari pemikirannyalah terbit penelitian sinkronis dan diakronis, hubungan sintakmatik dan paradigmatic.
            Pada tahun 1957 muncul pulalah mazhab Generatif Tranformasi (Generativ Transformational Grammar). Aliran ini menampilkan gagasan generatif dan ini bertentangan dengan aliran distributional. Distributionalisme berkadar eksplisit dalam arti bahwa pemerian-pemeriannya tidak memperbolehkan pandangan dan dugaan ( notion) apapun yang memperlihatkan pengetahuan siap atau pengetahuan sebelumnya.
            Teori Chomsky tentang generative transformational Grammar memaksa ahli-ahli ilmu jiwa (Psykologi) untuk mempertimbangkan kembali keseluruan pendekatan mereka terhadap studi tingkah laku bahasa dan dengan demikian memaklumkan revolusi psiko linguistik.
            Chomsky memajukan gagasan generatif dan ini bertentangan dengan aliran distributionalisme. Namun dia tidak sadar akan kesanggupanya itu. Dia dapat menerbitkan ribuan kalimat berdasarkan sebuah pola kalimat saja.
            Aliran Transformasi ini di samping menganalisis kalimat-kalimat, juga memberikanya dan kemudian memberikan ilustrasi dengan contoh-contoh. Juga menurunkan teori generatif pemeriannya dimajukan dalam seperangkat aturan-aturan untuk membangkitkan kalimat-kalimat baru, sehingga dengan demikian dari sebuah kalimat, mungkin saja diterbitkan ratusan atau ribuan kalimat baru.
            Walaupun demikian penelitian dalam bidang bahasa masih dibatasi pada bidang kompetensi melulu. Kita ketahui bahwa aliran ini membedakan antara kompetensi dan performasi. Kompetensi adalah pengetahuan kita tentang suatu bahasa yang ada dalam pikiran kita, sedangkan performasi adalah implikasi dari pengetahuan kita itu yang berbagai-bagi ragamnya dan berbeda antara  pribadi.
            Aliran ini hanya memperbicarakan kompetensi melulu, telah timbul kesadaran pada pakar-pakar bahasa bahwa grammar harus membicarakan sematik.   
            Beberapa linguis mulai terpengaruh oleh karya filosof-filosof Austin (1962), Searle (1971) dan Grice (1964) terutama di dalam bidang speech act pertuturan maka timbul perkembangan sidalam bidang semantic dan pragmatic dalam lingustik (sumarno, 1990:4)
            Perhatikan terhadap bidang pragmatic ini diresmikan pada tahun 1977 dengan timbulnya sebuah majalah Journal of Pragmatice yang menerbitkan karya-karya tentang pragmatic. Kemudian terbentuk pula sebuah organisasi yaitu  IPRA 9International Pragmatice Association dan Komperensi yang membahas soal sematik yang timbul. Komperensi itu diadakan pada tahun 1987 (agustus 17-22-1987) di Antwerp, Belgia dihadiri oleh tokoh-tokoh besar dalam bidang ilmu bahasa sperti : Manfred Bierwisch, Bernard Chorie , Charles Filmore, I, M. Schlesinger, John Gumperz dan Olinor Ocha.



Barangkali penting untuk mernyatakan bagaimana pendapat verhaar tentang tive-tive teori yang didasarkan atas :

  1. Bentuk aturan (Ekspressi).
  2. Makna tututan.
  3. Situasi.

Oleh sebab itulah maka menurut Verhaar ada empat tipe utama yang terdapat dalam teori linguistic. Yaitu yang hanya mengakui tingkat ekspresi dengan mengesampingkan makna. Yang ketiga yang mengakui tingkat ekspresi dan tingkat situasi dan kedua-duanya menjadi sifat penetu atas tingkat makna. Yang keempat yang memperhitungkan ketiga tingkat yaitu ekspresi, makana dan situasi (lihat Verhaar;1970:14-16)
            Ketiga aliran bahasa yang telah kita sebutkan diatas yaitu Tradisioanalisme, strukturalisme, dan transformasi itu tidak mempertimbangkan situasi sebagai penentu makna karena meraka menggap situasi itu terlalu rumit untuk ditangani dan dengan demikian mengarahkan pandangan teorinya terlalu jauh.
            Seharusnya kalimat ini kalau kita ingin mengetahui arti sebenarnya, harus dianalisis secara pragmatic.
            Arti kalimat itu akan berbeda maknanya bila dikatakan ole: Dokter, ahli ekonomi, tentara pencopet, dan lain-lain.
            Dengan mengetahui konteksnya itu, arti sebenarnya dari kalimat itu akan kita ketahui konteksnya itu, arti sebenarnya dari kalimat itu akan kita ketahui.
            The features of the external world in relation to which and utterance or text has meaning.The notion of context and situation are central in all branches of semantics, since they account for the way that verbal and graphics symbols represent the world around the speaker.(Harmann & strack)
            Segala ciri-ciri dunia eksternal dengan mana satu ujaran atau text mempunyai hubungan makana.Gagasan-gagasan konteks dan situasi ini adalah sentral bagi segala cabang-cabang semantic, karena mereka menerangkan cara simbol-simbol ujaran dan grafik mengatakan dunia sekitar si pembaca. (Chaidar,1965:65)
            R. Firt sebagai pendiri utama atau pertama aliran Firthian ini memasukan konteks situasi dalam penganalisaan bahasa . baginya sebiah kalimat tidaklah akan jelas artinya dengan penganalisisan di luar teks dan konteks.
Menurut aliran Transformasi jelas kalimat ini mempunyai Deep Structure yang tidak sebuah, tetapi banyak yaitu sebanyak makna kalimat itu atau sebanyak maksud penuturnya.
Operesi tidak berarti:
1.      Mengadakan razia
2.      Mengadakan pencurian
3.      Mengadakan serangan
4.      Mendrop bahan-bahan makanan ke pasar
5.      Mencari mangasa
Bagi yang mementingkan situasi sebagai penentu mana cara yang paling tepat adalah menganalisisnya secara pragmatic.
Aliran Firth ini dilanjutkan oleh maksudnya M.A.K. Halliday di Amerika termansyur dengan tata bahasa yang bernama Systematic Gramar dan disebut dengan Neo Firthian.
2.2 Apakah Yang Dinamakan Wacana
            Kesatuan bahasa yang lengkap sebenarnya bukanlah kata atau kalimat, sebagaimana dianggap beberapa kalangan dewasi ini, melainkan wacana atau discourse. Sebeb itu penyelidikan dan diskripsi sintaksis tidak boleh dibatasi pada satuan kalimat saja, tetapi harus dilanjutkan ke kesatuan yang lebih besar yaitu wacana.
            Kesatuan bahasa yang diucapkan atau tertulis panjang atau pendek, itulah yang dinamakan discourse yang sempurna atau yang tidak. Kesatuan bahasa diucapkan atau tertulis panjang atau pendek, itulah yang dinamakan teks atau discaourse. Teks adalah satu kesatuan semantic dan bukan satuan gramatikal. Kesatuan yang bukan lantaran bentuknya (morfem, klausa, kalimat) tetapi kesatuan artinya.
            Bloomfield umpamanya mendefinisikan kalimat sebagai independent from, nor included in any larger (complex) linguistic from. Definisi ini menjadi hambatan untuk mencari wacana, karena kalimat itu tidak bersifat independent tentu tidak ada hubungannya dengan kalimat-kalimat lain. Dengan demikian, tak ada relevansinya untuk menganalisis wacana.
2.3 Apakah Yang Dinamakan Tekstur
            Untuk membicarakan ini baiklah kita berikan dahulu sebuah teks pendek.
Di rumah Upik menangis lagi. Ia sedih sekali. Ia merasa sepi sekali di rumah sendirian. Segalanya tidak dilakukannya dengan semangat lagi. Mandi hanya demi kesehatan. Kalau tidak ia benci melihat air. Begitu makan, nasi terasa kerak. Minum terasa dedak. Layar TV yang dihadapannnya sudah tiga kali dihidupkan atau dimatikannya.  
            Sebagai pemakai bahasa kita tahu bahwa urutan-urutan kalimat itu adalah sebuah teks dan bukan sebuah kalimat yang tidak mempunyai ikatan sesamanya, bukan kalimat-kalimat yang hanya dideretkan begitu saja.
Kalau wacana itu utuh dan kalimat demi kalimat terikat dengan baik maka kalimat itu koheren (bertalian secara logis) dan pengikatnya kita namakan tekstur (benang-benang halus pengikat wacana).(A. Hamid Hasan Lubis; 1991 : 125-35).
            Jadi koheren sebuah wacana tidak hanya ditentukan dengasn mengetahui arti leksikon dan semantiknya saja, juga tidak dengan mengetahui atau denga adanya relasi formal itu tetapi juga ada sesuatu yang baru.

1 komentar: