Minggu, 19 Februari 2012

CERPEN KU


JENDELA
Cerpen Oleh : Tri Rusyandi (2009 112 079)
Firman, Ecep, dan Rio adalah tiga sekawan yang sudah berteman sejak kecil. Kemanapun mereka pergi mereka selalu bersama, mereka selalu kompak dalam segala hal, sekalipun dalam hal wanita. Kisah tiga orang kampung yang ingin menjelajah dunia. Suatu hari, mereka bertiga mempunyai ide dan ingin sekali pergi ke kota Jakarta. Mereka bertiga ingin mengadu nasib di kota tersebut, walaupun banyak orang bilang Jakarta adalah kota yang kejam. Sekejam-kejamnnya ibu tiri masih kejam kota Jakarta. Setelah mempersiapkan bekal yang cukup merekapun bergegas pergi ke terminal. Setelah kurang lebih satu hari satu malam dalam perjalanan mereka bertiga pun sampai di kota yang di tuju yaitu Jakarta. Nasib sial menimpa mereka bertiga, baru saja menginjakan kaki di kota tersebut. Mereka sudah dipalaki oleh preman dan habis semua bekal yang mereka bawa.
Nasib…..nasib…. ujar Ecep!  Baru saja sampai Jakarta sudah dipalaki preman, gimana nih nasib kita selanjutnya?
Iya nih dasar preman kurang ajar! Rio menyambung pembicaraan Ecep.
Yang sabar??? Mungkin ini awal dari keberhasilan kita di Jakarta, Firman menenangkan.
Huh..!!!! keberhasilan apanya, gimana kita mau cari kontrakan kalau kita tidak punya uang sepeser pun? Ecep terus mengeluh!!!
Iya ni! Ujar Rio, uang ludes, ijazah raib, pakaian amblas, terus gimana kita ini?
Pokoknya sabar? Pasti ada jalan buat kita bertiga, Firman terus menenangkan kedua temannya itu yang sedang mengeluh.
            Mereka bertiga terus berjalan tak tentu arah tujuan sambil meratapi nasib yang begitu pahit mereka rasakan. Seharian mereka berjalan dan perut mereka pun sudah mulai keroncongan dililit rasa lapar yang sudah tidak tertahankan.
Man! Rio memanggil Firman. Perutku lapar banget ni? Iya Man, perutku juga lapar banget Ecep menyambung.
Emangnya Cuma kalian yang merasakan lapar, aku juga sebenarnya lapar banget. Tapi gimana kita mau beli makan? Uang saja tidak punya. Kata Firman kepada kedua temannya itu!
Gimana kalau kita mengamen saja! Kata Ecep
Betul…betul… kita mengamen saja Man? Sahut Rio
Mau mengamen pakai apa? Firman merasa binggung.
Ya nyanyi saja! Kamu dan Rio yang tepuk tangan dan aku yang menyanyi! Kata Ecep.
Ide bagus tu! Rio begitu semangat.
Ok..ok….mari kita mulai di lampu merah sana! Firman setuju.
            Merekapun dengan semangatnya mengamen di lampu merah dengan bergaya dan berjoged seperti bintang bollywod, serta di iring dengan tepuk tangan sebagai alat musiknya. Rupiah demi rupiah mereka kumpulkan untuk membeli makanan. Tak terasa hari sudah petang mereka bertiga beristirahat dan menghitung hasil dari mengamen tadi.
Wah lumayan juga ya hasil dari kita mengamen! Kata Rio
Ide siapa dulu dong? Ecep Markucep.
Iya…iya.. percaya aku, Rio memuji Ecep
Nah.. sekarang kita bisa beli makanan! Ujar Firman
Ok Man! biar aku deh yang beli makanan, dengan semangat Rio menawarkan diri.
            Setelah makanan dibeli mereka pun langsung melahap makanan tersebut dengan lahapnya.
E….  eee..eeee…..????? Ecep sendawa? Aduh.. kenyangnya
Ih! Jorok banget sih kamu cep.
Nggak apa-apalah Man? Yang penting perut sudah kenyang.
Ihhhhhhhh……..!!! Firman merengut.
Kita mau kemana ni Man? Kata Rio.
Sudah kita jalan saja siapa tau kita beruntung nemui tempat untuk tidur.
Ya sudah deh???
            Setelah makan mereka bertiga berjalan tanpa tujuan, mereka terus berjalan dan akhir sampai di depan rumah tua yang sudah tidak berpenghuni.
Man…man? Ada rumah tu! Panggil Ecep kapada Firman.
Tapi serem banget ya tu rumah sambut Rio.
Coba deh kita masuk? Yuk! Kata Firman.
            Berjalan mendekati rumah tua yang sudah lama tidak berpenghuni.
Hi…hi… serem banget ni rumah! Ujar Rio.
Iya serem banget! Sambung Ecep.
Sudah..sudah..! dari pada kita tidur di jalan mendingan kita tidur di sini, sepertinya lebih nyaman! Kata Firman menenangkan.
            Kreeek… terdengar suara pintu rumah yang mereka buka, debu-debu berterbangan kemana-mana.
Wah… luas banget ni rumah? Kata Firman.
Luas sih luas, tapi tetap serem banget Man? Ujar Ecep
Yang penting bisa tidur nyenyak kita mala mini, kata Firman lagi.
            Mereka mulai membuat tempat yang nyaman untuk tidur, debu-debu dibersikan dan dedaunan yang masuk ke dalam rumah di sapu sampai bersih.
Ah…. Akhirnya bisa tidur nyenyak juga!! Ujar Firman.
            Malam semakin larut dan mereka bertiga pun sudah terlelap. Suasana di dalam rumah itu seperti dalam gua yang begitu sunyi dan hening serta hawa sejuk yang seperti bukan rumah kosong yang ditinggalkan oleh pemiliknya. Detik berganti menit, menit berganti jam tanpa terasa mentari sudah menyingsing di ufuk timur dan ayam pun sudah berkokok sebelum mereka bangun.
Cep..cep.. bangun sudah pagi! Rio membangunkan Ecep.
Firman mana? kata Ecep.
Ntah.. dari aku bangun Firman sudah tidak ada.
Jangan..jangan..! mereka mengucapkan bersamaan.
Man…Firman..man..Firman…! Ecep dan Rio mencari Firman.
Iya ada apa? Sahut Firman.
Ya ampun Man! Kami kira kamu sudah di culik sama genderowo rumah ini. Kata Ecep.
Genderowo mbah mu! Sahut Firman.
Aku tu penasaran sama jendela itu? Coba deh kamu lihat.
Jendela yang mana Man?
Itu.. sebelah kiri dari lemari pakaian yang  besar itu! Kata Firman lagi.
Emang ada apa dengan jendela itu? Sahut Rio.
Jendela itu seperti lain dari yang lain, jendela itu seperti mengeluarkan cahaya yang begitu terang! Jelas Firman.
Ah masak sih man? Sahut Ecep
Aku jadi penasaran nih, ada apa ya dengan jendela itu?
            Mereka bertanya-tanya kepada penduduk setempat tentang sejarah jendela yang berada di rumah tua itu. Dan ternyata rumah tua itu adalah rumah peninggalan dari penjajah Belanda dan jendela yang misterius yang berada di dalam rumah itu adalah jedela dari kamar putri belanda yang cintanya tidak direstui oleh orang tuanya. Dan akhirnya putri Belanda tersebut bunuh diri melalui jendela tersebut dengan mengantungkan diri. Sejak saat itu arwah dari putri Belanda tersebut selalu terlihat di jendela itu dan kadang-kadang seperti cahaya yang begitu terang. Setelah mendengarkan cerita itu Firman, Ecep, dan Rio jadi merinding dan memutuskan untuk tidak menginap di rumah tua itu lagi.
            Mereka lalu bercerita tentang kesusahan mereka merantau di Jakarta kepada narasumber yang telah menceritakan sejarah jendela tersebut. Narasumber itu pun merasa iba kepada Firman Ecep, dan Rio. Dan akhirnya mereka bertiga diperbolehkan tinggal di rumah narasumber tersebut sampai mereka mendapat pekerjaan dan rumah kontrakan sendiri.
            Tiga bulan kemudian setelah kejadian itu, mereka bertiga telah sukses mendapatkan pekerjaan dan rumah kontrakan. Dan kini mereka telah sukses di Jakarta dan menetap di kota metropolitan itu.
SELESAI



Tidak ada komentar:

Posting Komentar