Minggu, 19 Februari 2012

TUGASKU


RANGKUMAN
ANALISIS PRAGMATIK DAN TEKSTUR
OLEH :
1.      Agung Dwi Pratama             (2009 112 076)
2.      Tri Rusyandi                         (2009 112 079)
3.      Novia Astuti                           (2009 112 078)


ANALISIS PRAGMATIK DAN TEKSTUR
Pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule (1996:3),misalnya, menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (1) bidang yang mengkajimakna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (3) bidang yang, melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yangdikomunikasikan atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu.
Ada beberapa topic pembahasan dalam pragmatic, adalah sebagai berikut :

1.      Teori Tindak-Tutur
Austin, seperti dikutip oleh Thomas (1995: 29-30), bermaksud menyanggah pendapat filosof positivisme logis, seperti Russel dan Moore, yang berpendapat bahwa bahasa yang digunakan sehari-hari penuh kontradiksi dan ketaksaan, dan bahwapernyataan hanya benar jika bersifat analitis atau jika dapat diverifikasi secara empiris.
Contoh: (1) Ada enam kata dalam kalimat ini
              (2) Presiden RI adalah Soesilo Bambang Yoedoyono

Dari contoh di atas, dapat dipahami bahwa para filosof yang dikritik Austin inimengevaluasi pernyataan berdasarkan benar atau salah (truth condition), yaitu, sesuaicontoh di atas, kalimat (1) benar secara analitis dan kalimat (2) benar karena sesuaidengan kenyataan. Persyaratan kebenaran ini kemudian diadopsi oleh linguistik sebagai truth conditional semantics (Thomas 1995: 30).

2.      Prinsip Kerja Sama
Grice mengemukakan bahwa percakapan yang terjadi di dalam anggota masyarakatdilandasi oleh sebuah prinsip dasar, yaitu prinsip kerja sama (Yule 1996: 36-37 dan Thomas 1995: 61). Kerja sama yang terjalin dalam komunikasi initerwujud dalam empat bidal ( maxim), yaitu (1) bidal kuantitas (quantity maxim), memberi informasi sesuai yang diminta; (2) bidal kualitas (quality maxim), menyatakan hanya yang menurut kita benar atau cukup bukti kebenarannya; (3) bidal relasi (relation maxim), memberi sumbangan informasi yang relevan; dan (4) bidal cara(manner maxim), menghindari ketidakjelasan pengungkapan, menghindari ketaksaan,mengungkapkan secara singkat, mengungkapkan secara beraturan (Gunarwan 2004: 11dan Thomas 1995: 63-64).
3.      Implikatur
Grice, seperti diungkap oleh Thomas (1995: 57), menyebut dua macam implikatur, yaitu implikatur konvensional dan implikatur konversasional. Implikatur konvensionalmerupakan implikatur yang dihasilkan dari penalaran logika, ujaran yang mengandungimplikatur jenis ini, seperti diungkap oleh Gunarwan (2004: 14), dapat dicontohkandengan penggunaan kata bahkan. Implikatur konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan karena tuntutan konteks tertentu (Thomas 1995: 58).
Contoh :  
(1)   Bahkan Bapak Menteri Agama menghadiri sunatan anak saya
(2)   Saya kebetulan ke Inggris untuk studi selama dua tahun dan berangkat besok 

Contoh (1) di atas merupakan implikatur konvensional yang berarti Bapak Menteri Agama biasanya tidak menghadiri acara sunatan, sedangkan contoh (2) merupakan implikatur konversasional yang bermakna “tidak” dan merupakan jawaban atas pertanyaan maukah Anda menghadiri selamatan sunatan anak saya?

4.      Teori Relevansi
Teori relevansi yang dikembangkan oleh Sperber dan Wilson merupakan kritik terhadapempat maksim yang terdapat dalam prinsip kerja sama Grice. Menurut mereka, bidal yang terpenting dalam teori Grice adalah bidal relevansi, dan percakapan dapat terus berjalan meski hanya melalui bidal ini. Dalam teori relevansi dipelajari bagaimanasebuah muatan pesan dapat dipahami oleh penerimanya.

5.      Kesantunan
Konsep strategi kesantunan yang dikembangkan oleh Brown dan Levinson diadaptasi dari konsep face yang diperkenalkan oleh seorang sosiolog bernama Erving Goffman(1956) (Renkema 2004: 24-25). Menurut Goffman (1967: 5), yang dikutip oleh Jaszczolt(2002: 318), " face merupakan gambaran citra diri dalam atribut sosial yang telahdisepakati". Dengan kata lain, face dapat diartikan kehormatan, harga diri (self-esteem),dan citra diri di depan umum ( public self-image).  
Menurut Goffman (1956), seperti dikutip oleh Renkema (2004: 25), setiap partisipan memiliki dua kebutuhan dalam setiap proses social, yaitu kebutuhan untuk diapresiasi dan kebutuhan untuk bebas (tidak terganggu). Kebutuhan yang pertama disebut positive face, sedangkan yang kedua disebut negative face

Contoh :
1a. Maaf, Pak, boleh tanya? 
1b. Numpang tanya, Mas?

Dalam contoh di atas terlihat jelas, ujaran (1a) mungkin diucapkan pembicara yang secara sosial lebih rendah dari lawan bicaranya, misalnya mahasiswa kepada dosen atau yang muda kepada yang tua; sedangkan ujaran (1b) mungkin diucapkan kepada orang yang secara sosial jaraknya lebih dekat.

Beberapa fitur yang digunakan untuk pemaknaan kata adalah bentuk, ukuran, gerakan, bunyi, dan tekstur. Tekstur tercipta karena adanya hubungan antar kalimat di dalam teks. Karena hubungan kohesi, unsur dalam wacana dapat diidentifikasikan sesuai dengan hubungannya dengan unsur lain. Dalam penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap wacana sangat memerlukan piranti kohesi dan koherensi untuk membangun tekstur wacana tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar