RANGKUMAN
ANALISIS PRAGMATIK DAN TEKSTUR
OLEH :
1.
Agung
Dwi Pratama (2009 112 076)
2.
Tri
Rusyandi (2009 112 079)
3.
Novia
Astuti (2009 112 078)
ANALISIS PRAGMATIK DAN TEKSTUR
Pakar
pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule (1996:3),misalnya, menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu
(1) bidang yang mengkajimakna pembicara; (2) bidang yang mengkaji makna
menurut konteksnya; (3) bidang yang,
melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yangdikomunikasikan
atau terkomunikasikan oleh pembicara; dan (4) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang
membatasi partisipan yang terlibat dalam
percakapan tertentu.
Ada beberapa
topic pembahasan dalam pragmatic, adalah sebagai berikut :
1.
Teori Tindak-Tutur
Austin,
seperti dikutip oleh Thomas (1995: 29-30), bermaksud menyanggah pendapat
filosof positivisme logis, seperti Russel dan Moore, yang berpendapat
bahwa bahasa yang digunakan sehari-hari penuh kontradiksi dan ketaksaan,
dan bahwapernyataan hanya benar jika bersifat analitis atau jika dapat
diverifikasi secara empiris.
Contoh:
(1) Ada enam kata dalam kalimat ini
(2) Presiden RI adalah Soesilo
Bambang Yoedoyono
Dari
contoh di atas, dapat dipahami bahwa para filosof yang dikritik Austin
inimengevaluasi pernyataan berdasarkan benar atau salah (truth condition),
yaitu, sesuaicontoh di atas, kalimat (1) benar secara analitis dan kalimat (2)
benar karena sesuaidengan kenyataan.
Persyaratan kebenaran ini kemudian diadopsi oleh linguistik sebagai truth
conditional semantics (Thomas 1995: 30).
2. Prinsip
Kerja Sama
Grice mengemukakan bahwa percakapan yang terjadi di
dalam anggota masyarakatdilandasi
oleh sebuah prinsip dasar, yaitu prinsip kerja sama (Yule 1996: 36-37 dan Thomas 1995: 61). Kerja sama yang terjalin dalam
komunikasi initerwujud dalam empat bidal ( maxim), yaitu (1) bidal
kuantitas (quantity maxim), memberi informasi sesuai yang diminta; (2) bidal
kualitas (quality maxim), menyatakan
hanya yang menurut kita benar atau cukup bukti kebenarannya; (3) bidal relasi (relation maxim), memberi sumbangan
informasi yang relevan; dan (4) bidal cara(manner
maxim), menghindari ketidakjelasan pengungkapan, menghindari ketaksaan,mengungkapkan
secara singkat, mengungkapkan secara beraturan (Gunarwan 2004: 11dan Thomas
1995: 63-64).
3. Implikatur
Grice,
seperti diungkap oleh Thomas (1995: 57), menyebut dua macam implikatur, yaitu implikatur
konvensional dan implikatur konversasional. Implikatur konvensionalmerupakan implikatur yang dihasilkan dari
penalaran logika, ujaran yang mengandungimplikatur jenis ini, seperti
diungkap oleh Gunarwan (2004: 14), dapat dicontohkandengan penggunaan kata bahkan. Implikatur
konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan karena tuntutan
konteks tertentu (Thomas 1995: 58).
Contoh :
(1) Bahkan Bapak Menteri Agama menghadiri
sunatan anak saya
(2) Saya kebetulan ke Inggris untuk studi
selama dua tahun dan berangkat besok
Contoh
(1) di atas merupakan implikatur konvensional yang berarti Bapak Menteri Agama biasanya tidak menghadiri
acara sunatan, sedangkan contoh (2) merupakan implikatur
konversasional yang bermakna “tidak” dan merupakan jawaban atas pertanyaan
maukah Anda menghadiri selamatan sunatan
anak saya?
4.
Teori Relevansi
Teori relevansi yang dikembangkan oleh Sperber dan Wilson merupakan kritik
terhadapempat maksim yang
terdapat dalam prinsip kerja sama Grice. Menurut mereka, bidal yang terpenting dalam teori Grice adalah bidal relevansi, dan
percakapan dapat terus berjalan
meski hanya melalui bidal ini. Dalam teori relevansi dipelajari bagaimanasebuah muatan pesan dapat dipahami oleh penerimanya.
5. Kesantunan
Konsep
strategi kesantunan yang dikembangkan oleh Brown dan Levinson diadaptasi dari
konsep face yang diperkenalkan oleh seorang
sosiolog bernama Erving Goffman(1956) (Renkema 2004: 24-25). Menurut
Goffman (1967: 5), yang dikutip oleh Jaszczolt(2002: 318), " face merupakan gambaran citra diri dalam atribut
sosial yang telahdisepakati". Dengan kata lain, face dapat
diartikan kehormatan, harga diri (self-esteem),dan citra diri di depan umum ( public
self-image).
Menurut Goffman (1956), seperti dikutip oleh Renkema (2004: 25), setiap
partisipan memiliki dua kebutuhan dalam setiap proses social, yaitu kebutuhan
untuk diapresiasi dan kebutuhan untuk bebas (tidak terganggu). Kebutuhan yang
pertama disebut positive face, sedangkan yang kedua disebut negative face
Contoh :
1a.
Maaf, Pak, boleh tanya?
1b.
Numpang tanya, Mas?
Dalam
contoh di atas terlihat jelas, ujaran (1a) mungkin diucapkan pembicara yang secara sosial lebih rendah dari lawan bicaranya,
misalnya mahasiswa kepada dosen atau yang muda kepada yang tua;
sedangkan ujaran (1b) mungkin diucapkan kepada orang yang secara sosial
jaraknya lebih dekat.
Beberapa fitur yang digunakan
untuk pemaknaan kata adalah bentuk, ukuran, gerakan, bunyi, dan tekstur. Tekstur
tercipta karena adanya hubungan antar kalimat di dalam teks. Karena hubungan
kohesi, unsur dalam wacana dapat diidentifikasikan sesuai dengan hubungannya
dengan unsur lain. Dalam penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
setiap wacana sangat memerlukan piranti kohesi dan koherensi untuk membangun
tekstur wacana tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar